nyc. explorer card. airbnb

Buat saya, libur tlah usai. Walaupun kelas dimulai akhir Agustus, tetapi nuasa liburan perlu diakhiri karena dua alasan. Satu, tugas-tugas yang harusnya dimulai minggu-minggu lalu belum disentuh. Dua, pengucuran dana untuk jalan-jalan sudah ditutup. Wait, memang ada budget jalan-jalan?

Sebagai mahasiswa yang kuliah dan hidup dari beasiswa pemerintah, liburan memang barang mewah. Suami saya pun dengan status visanya, tidak boleh bekerja di sini. Sehingga kalau mau jalan-jalan, kami harus sangat berhitung. Tetapi syukur Alhamdulillah, rezeki datang lewat sahabat, yang begitu murah hatinya memberikan kami hadiah berupa “explorer card“, sebuah kartu yang bisa digunakan untuk masuk ke 7 tempat/atraksi di New York City.

Tujuh tempat. Sebelumnya kami sudah ke Museum of Modern Art (MoMA), dan menghabiskan satu hari penuh di dalamnya. Kebayang kalau ada 7 tempat yang perlu kami datangi, tidak akan cukup menginap hanya 3 hari di NYC. Sementara, untuk menginap pun harus ada anggarannya, kan. Hotel di NYC? Untuk 7 hari? Big No-No buat kami.

Airbnb. Pernah dengar? Ini adalah jaringan penyewaan kamar/ apartment/ rumah di banyak kota di dunia. Harganya jelas lebih murah daripada hotel, namun tentu saja tidak seperti hotel rupa dan layanannya. Tapi ada satu kesamaan antara hotel dengan airbnb, di summer, harga mereka naik dan banyak sekali yang sudah penuh terisi. Jadi agak panik juga waktu mendadak dapat hadiah, karena harus cari kamar dalam waktu mepet dan budget yang mepet hehe.

Alhasil perjalanan NYC kami pisahkan menjadi 2 trip. First and foremost, ini karena susah sekali cari kamar untuk satu minggu sesuai jadwal kami. Kedua, karena ada “tugas” lain yang harus dikerjakan di Albany jadi kami tidak bisa lebih dari 5 hari di trip pertama. Untungnya ongkos bis Albany – NYC tidak terlalu mahal, $20 round trip.

Sebelum berangkat, saya menyibukkan diri untuk mempelajari tempat mana saja yang bisa dikunjungi dengan explorer card. Banyak sekali! Ketika kartu datang ke apartment kami via post, tidak cuma kartu tetapi satu buku diberikan untuk kami, berisi daftar attractions yang bisa kami datangi. Di buku tersebut juga dijelaskan tempat mana yang cocok dikunjungi bersama anak-anak, transportasi (bis dan subway) yang bisa diakses untuk ke tempat tersebut, jam buka dan tutup, dan sebagainya. Bahkan explorer card juga bisa digunakan sebagai kartu diskon di beberapa tempat. Saya tidak terlalu ngeh bagian diskon, karena otak sudah diset untuk dilarang belanja hehehe.

Setelah diskusi dengan suami, akhirnya terpilih tujuh atraksi di NYC yang kami kunjungi dengan menggunakan kartu tersebut. Secara kronologis, inilah ketujuh atraksi tersebut:

  1. Statue of Liberty Express Cruise dengan Zephyr boat dan hop-on hop-off water taxi
  2. Empire State Building Observatory
  3. NBC Studio tour
  4. Top of the Rock Observation Deck
  5. The Metropolitan Museum of Art (MET)
  6. Guggenheim Museum
  7. American Museum of Natural History

Ada beberapa pertimbangan mengapa akhirnya tempat-tempat tersebut yang kami kunjungi. Museum tentu kami pilih karena kami memiliki minat di seni, sejarah, dan budaya. Karena suami saya seorang fotografer, memotret gedung-gedung di Manhattan dari ketinggian di siang dan malam hari menjadi alasan mengapa kami ke Empire State Building dan juga ke Top of The Rock. Dari tujuh tempat tersebut, dua tempat terakhir kami kunjungi di NYC trip jilid dua. Tidak sempat mengunjungi semuanya di trip pertama karena saya harus ke kantor Konjen RI untuk mengurus administrasi, dan suami saya juga ada keperluan lain. Juga karena jalan-jalan di East Village (lower Manhattan), SoHo dan NoHo yang tidak perlu pakai tiket. Indeed, jalan-jalan di lower Manhattan adalah hiburan gratis favorit saya yang senang “nontonin” budaya dari tepi jalan ;)

Penting ngga sih pakai “Explorer Card”?

Hal lain yang jadi pertimbangan kami ketika memilih 7 atraksi adalah value-nya. “Berapa harus bayar kalau tidak pakai kartu?” adalah pertanyaan penting, terutama karena kartu mahasiswa saya seringkali berguna untuk masuk ke museum dengan harga miring. MoMA, misalnya, tidak menjadi pilihan kami. Ya memang kami pernah ke sana, tapi alasan yang lebih kuat adalah karena saya bisa masuk gratis menggunakan kartu mahasiswa.

Keuntungan kedua, di beberapa tempat (di buku explorer ini ditandai dengan simbol “fast forward”) kami tidak perlu mengantri. Contohnya di American Museum of Natural History (AMNH) dan Guggenheim, berhubung kami datang pas peak season, sehari sesudah 4th of July, masuk Guggenheim antriannya panjaaaang sekali, dan panas pula. Dan kartu kami menyelamatkan waktu dan kulit kami yang sudah tan banget ini hihi.

Ketiga, untuk “special exhibition” di AMNH yang berbayar pun kami mendapat harga dengan rate yang berbeda. Dan akhirnya, lumayan juga makan siang di sebuah restoran bisa diskon 20%.

Namun demikian, harus hati-hati dalam memutuskan untuk menggunakan kartu atau tidak. Jangan sampai liburan tidak leluasa karena ada perasaan “harus memanfaatkan kartu semaksimal mungkin”. Seperti yang saya ceritakan, satu hari saya habiskan jalan-jalan di Lower Manhattan. Saya duduk-duduk sambil baca buku dan minum kopi di Tompkins Square Park, jelas gratis masuk taman. Lalu beli Japanese hotdog di St. Mark Place, jalan-jalan di Soho, jadi bookshop-hoppers, dan mundar-mandir di sana  semuanya gratis. Seharian karena memang besar daerahnya. Singkatnya, kartu ini tidak bisa digunakan karena tidak ada attraction berbayar yang ingin saya datangi. Explorer card punya beberapa pilihan, saya dapat kartu yang bisa akses 7 tempat. Tetapi ada pilihan lain, bisa 5 atau 3 tempat, dan harganya tentu beda. Sebaiknya dipertimbangkan mau beli yang berapa tempat.

For me, making the itinerary is part of the holiday fun. Jadi ketika membuat rencana jalan-jalan, saya mencoba untuk memperhitungkan waktu dan juga tempat. Saya atur sedemikian rupa supaya dalam satu hari kami tidak mondar-mandir upper-mid-lower Manhattan. Hari kedua, misalnya, saya atur supaya pagi-pagi ke Empire State Building, sebelum terlalu padat pengunjung. Lalu jalan kaki ke arah Rockefeller plaza, mampir di Public Library, dan kami menghabiskan waktu di sekitar situ tanpa harus sering-sering keluar masuk “lobang” (sebutan teman kami untuk stasiun subway di bawah tanah). Dengan demikian, kami puas jalan kaki, menyaksikan gaya hidup dan perilaku masyarakat dan turis Manhattan, sekaligus hemat tidak banyak naik transportasi umum.

Leave a Comment